Perubahan

Perubahan itu terjadi begitu tiba-tiba. Tanpa ada peringatan, tanpa ada firasat. Hanya seperti satu hal yang datang sebagaimana mestinya, biasa, namun tidak ada satu pun orang yang mengetahuinya. Dan perubahan itu sedikit banyak menyisakan rasa dalam hatiku.

Sebuah lubang yang memancarkan cerita dan luka adalah yang paling terasa. Sebuah lubang yang mencoba menuturkan cerita satu, cerita dua, dan cerita lainnya tanpa urutan yang jelas dan sporadik. Acak. Terlalu acak untuk dimengerti alur ceritanya. Terlalu acak untuk dimengerti permasalahannya. Tapi cukup untuk memahami makna yang ada di dalamnya.

“Cih!”, teriaknya ketika aku tak kunjung juga membalas kata-katanya mengenai perubahan, “Akui saja kau pun tidak suka dengan aku sejak saat itu bukan?”

Aku tidak paham, ‘saat itu’ yang mana yang ia maksudkan. Tapi sepertinya, itu menyisakan lubang yang sama dan lebih berbau dalam hatinya.

Ia memalingkan wajah. Masih beranggapan aku penuh kepura-puraan. Lalu, satu umpatan dan dua umpatan lagi ia layangkan, ia tuduhkan dengan bengisnya kepada ku. Dan ketika ia melangkahkan kaki meninggalkan aku, yang dapat aku lakukan hanya berdiri diam dan mematung, memandangi bayangannya yang kian meninggi dan tubuhnya yang semakin lama semakin menjauh.

Tidak ada rasa sedih, tidak pula ada rasa menyesal. Pengharapan untuk tetap tinggal pun seketika meluap entah ke mana. Dan seketika itu juga aku menyadari, bahwa perubahan bukan datang tiba-tiba. Ia telah datang sejak lama sekali. Hanya saja, aku tidak mengetahuinya.

Jakarta, 17 Maret 2015

N.