Buku: Critical Eleven

buku-critical-eleven-ika-natassa

Critical Eleven

Penulis: Ika Natassa
Tebal: 344 halaman
PT. Gramedia Pustaka Utama
Agustus 2015

Critical Eleven oleh Ika Natassa. Aku tidak tahu kapan tepatnya aku mulai tertarik dengan buku ini. Tapi buku ini sempat mencuri perhatianku ketika beberapa akun di Instagram yang aku follow memposting buku ini. Postingannya cukup massive bagiku. Belum lagi pre-order nya yang tersiar di Twitter dengan gila-gilaan. Aku praktis penasaran ingin membaca buku ini. Ditambah, beberapa teman merekomendasikannya untukku. Maka awal Bulan September aku pun membelinya bersamaan dengan Almost is Never Enough karya Sefryana Khairil. Dari Catatan Tia, aku mendapat referensi untuk membaca Critical Eleven terlebih dahulu. Maka, inilah review-ku.

Ketika pertama kali membaca Critical Eleven, aku sama sekali tidak punya bayangan, akan menjadi seperti apa ceritanya nanti. Karena jujur saja, aku tidak banyak membaca ulasan tentang Critical Eleven di Goodreads. Yang aku andalkan adalah sinopsis dan komentar di belakang sampul ditambah stiker yang merekat erat di bungkus plastik novel Critical Eleven. Dari keduanya, aku berkespektasi Critical Eleven adalah buku yang wajib aku baca.

Pada awalnya, agak sulit rasanya mengikuti alur Ika Natassa yang begitu melompat-lompat. Critical Eleven merupakan buku pertama Ika Natassa yang aku baca. Sebentar-sebentar tokoh sedang berada di masa kini, sebentar-sebentar tokoh sedang flash back ke masa lalu, atau sebentar-sebentar tokoh sedang menganalogikan hal yang ia alami atau rasakan sebagai hal yang lain. Tapi aku rasa ini adalah keunikan Ika Natassa. Dan semakin aku membaca buku ini, aku semakin menikmati alur yang diciptakan oleh Ika Natassa. Bagiku, alur maju-mundur ini bisa begitu kuat menghidupkan tokoh. Meskipun harus aku akui pada beberapa bagian, aku sedikit terganggu dengan untaian masa lalu yang tiba-tiba muncul.

Mengenai cerita, sejak bab-bab awal Critical Eleven diceritakan bahwa rumah tangga Aldebaran Risjad dan Tanya Baskoro sedang dilanda masalah. Konfliknya begitu terasa karena diceritakan dalam sudut pandang orang pertama dari kedua tokoh utama, Ale dan Anya. Sayangnya, pada bagian awal aku sama sekali tidak bisa memisahkan emosi yang dirasakan Ale dan Anya. Satu-satunya petunjuk aku sedang membaca bagian siapa adalah potongan nama yang tertulis sebelum bagian yang aku baca. Baru ketika aku sampai di pertengahan buku, emosi keduanya terasa begitu berbeda. Dari pertengahan buku aku sadar bahwa sudut pandang Ale dan Anya tentang konflik yang sama itu begitu berbeda.

Aku rasa, Critical Eleven adalah sebuah novel yang bercerita tentang bagaimana orang-orang menghadapi duka akibat kehilangan. Dimana duka yang sama belum tentu memberikan rasa yang sama untuk orang yang berbeda. Orang-orang cenderung memiliki sikap masing-masing dalam menghadapi suatu permasalahan, tidak terkecuali dengan kehilangan.

Ada beberapa hal yang aku suka dari Critical Eleven karya Ika Natassa ini. Pertama, sampulnya yang sederhana tapi menarik, dan belakangan aku tahu sampulnya dirancang sendiri oleh Ika Natassa. Kedua, alur ceritanya yang maju mundur dan berubah-ubah sewaktu-waktu membuat karakter terlihat sangat hidup dan mendetail. Lalu ketiga cara pemasarannya yang menurutku sangat unik. Aku tidak akan membahas cara pemasaran yang dilakukan oleh Ika Natassa dipostingan ini, dipostingan lain barangkali. Sebagai contoh, pre-order dan teaser buku ini (Oh ya, pada akhirnya aku bahas juga!). Dan keempat, bagaimana banyak sekali informasi dan kutipan yang mendukung cerita.

Jadi, kuputuskan untuk memberikan empat dari lima bintang dan merekomendasikannya kepada kalian yang suka sekali dengan buku-buku Metropop.